Kutbah singkat itu di akhiri dengan pandangan mata rasululloh yang tenang dan penuh minat menatap satu persatu sahabatnya. Abu bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang. Ali menundukkan kepala.
Isyarat telah datang, saatnya telah tiba, " Rasululloh akan meninggalkan kita semua" keluh hati sahabat. Manusia tercinta itu, hampi selesai tunaikan tugasnya. Tanda-tanda itu makin kuat. Ali dengan cekatan memeluk rasululloh yang lemah dan goyah ketika turun dari mimbar.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah rasululloh masih tertutup. Di dalamnya rasul terbaring lemah dengan kening berkeringat membasahi pelepah kurma alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar salam, "bolehkah saya masuk?'
tanyanya.
Fatimah tak mengijinkan masuk. "Maafkan ayahku sedang demam."
Ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya, "siapakah itu wahai anakku" "Tak taulah ayahku, sepertinya baru kali ini aku melihatnya" tutur Fatimah lembut.
Rasul menatap putrinya dengan pandangan yang mengetarkan. Seolah-olah bagian demi bagian wajah putrinya hendak di kenangnya.
" Ketahuilah. Dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara. Dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. dialah malaikul maut" kata rasululloh. Fatimahpun menahan ledakan tangisnya.
Ketika malaikat maut datang mendekat, rasul menanyakan kenapa jibril tidak menyertainya. Kemudian di panggilah jibril yang sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah" tanya rasul dengan suara yang teramat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka. para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Ternyata itu tidak membuat rasul lega. Matanya masih penuh gambaran kecemasan.
" Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" tanya jibril.
" Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
" Jangan khawatir ya rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepada ku, Ku haramkan surga bagi siapa saja, kecuali umat muhammad telah berada di dalamnya" kata jibril.
Detik-detik semakin dekat. Saatnya Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh rasululloh di tarik. Nampak sekujur tubuh rasul bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini" rasululloh mengaduh lirih. Fatimah terpejam. Ali yang berada di sampingnya menunduk semakin dalam. Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" tanya rasululloh pada malaikat pengantar wahyu itu.
' Siapa yang sanggup melihat kekasih Allah di renggut ajal," kata Jibril. Kemudian terdengar rasul memekik karena sakit yang tak tertahankan. "Ya Allah, dasyat nian maut ini, timpahkan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku".
Badan rasul mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya, " Uushikum bis shalati, wa maa malakat aymanukum. Peliharalah sholat dan peliharalah orang-orang lemah diantara kamu"
Di luar pintu tangispun mulai terdengar bersahutan. Sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya. Dan Ali kembali mendekatkan telinga di bibir rasul yang mulai kebiruan, " Ummatii..., ummatii...., ummatii...,"
Berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi."
Betapa cinta rasululloh kepada kita. Betapa sayangnya beliau kepada pengikutnya yang belum pernah dilihatnya sekalipun...
Wallahu a'lam
------ ------
Setelah Rasulullah Meninggal
Berita wafatnya Nabi
dengan segera menyebar ke masyarakat. Kaum muslimin berduyun-duyun
mendatangi rumah Rasulullah dengan perasaan sedih, bingung dan histeris.
Bahkan ada yang tidak bisa menerima dan percaya bahwa Nabi sudah tiada,
termasuk Umar bin Khattab. Dengan menghunus pedang, Umar mengancam akan
membunuh siapa saja yang mengatakan Rasulullah sudah meninggal. Umar
histeris sambil mengatakan bahwa Nabi tidak meninggal tetapi Nabi hanya
pergi sebentar menemui Allah dan akan kembali kepada umatnya, seperti
yang terjadi ketika Nabi Musa bin Imran yang pergi meninggalkan kaumnya
dan kembali lagi setelah 40 hari. Lihatlah betapa dalam rasa cinta
sahabat terhadap Nabi. Wafatnya Rasulullah bisa menghilangkan akal sehat
seorang Umar yang terkenal tegas dan keras.
Sesaat kemudian Abu Bakar
masuk dan membuka kain penutup wajah Nabi, mengecupnya lalu menangis
tersedu-sedu. Abu Bakar berkata, “Demi ayah dan ibuku, engkaulah yang
terbaik dalam hidup dan matimu. Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya,
Allah tidak akan pernah menyakitimu”. Itulah ungkapan hati dari seorang
penasehat, sahabat, mertua, dan sekaligus pengikut setia.
Abu Bakar kemudian keluar
rumah dan meminta kaum muslimin yang hadir untuk duduk. Mereka pun
menurutinya, kecuali Umar r.a. yang masih belum bisa mengendalikan
emosinya. Abu Bakar meminta Umar untuk duduk, maka ia pun menurutinya.
Lalu Abu Bakar berpidato, “Siapa saja yang menyembah Muhammad maka
ketahuilah bahwa Muhammad telah tiada. Dan barangsiapa yang menyembah
Allah, maka sesungguhnya Allah itu hidup dan tidak akan pernah mati.”
Kemudian ia membacakan ayat Al-Quran Surah Ali ‘Imran ayat 144.
Mendengar
pidato Abu Bakar tersebut, kaum muslimin pun menangis sedih dan
akhirnya mereka menyadari bahwa inilah kehendak Allah yang harus mereka
terima.
Nabi meninggal pada usia
63 tahun dengan tidak meninggalkan harta benda berharga apapun. Nabi
Muhammad adalah seorang pemimpin hebat, tetapi hidupnya sangat
sederhana. Hal ini semestinya menjadi contoh bagi pemimpin sekarang.
Semoga Allah selalu memberikan rahmat dan petunjuknya kepada kita semua.
Kesimpulan
Kisah di atas menyajikan banyak pelajaran buat kita, di antaranya:- Sakit bukan alasan untuk meninggalkan shalat. Banyak di antara kaum muslimin yang selama usia sehatnya selalu rajin ke masjid mendirikan shalat, tetapi beberapa hari menjelang kematiannya secara total meninggalkan shalat. Sikap meninggalkan shalat semacam ini sangat disayangkan.
- Ketika Nabi SAW ditawarkan sebuah pilihan: kehidupan di dunia atau kehidupan di sisi Allah, Nabi SAW dengan tidak ragu-ragu memilih yang kedua. Inilah sikap muslim yang selalu dekat dengan Allah, dan inilah pula sikap yang benar (bukannya malah takut mati seperti umumnya manusia sekarang.)
- Nabi SAW menunjukkan kasih sayang pada anak dan terus menjaga hubungan baik dengan anaknya. Orangtua harus meniru sikap Nabi yang menyayangi dan menghargai anak-anak, tidak hanya dengan berdiri menyambut kedatangan mereka tetapi juga dalam arti seluas-luasnya.
- Keluarga Nabi seluruhnya hadir pada detik-detik Rasulullah menghembuskan nafas yang terakhir. Usahakan ini pulalah kondisi keluarga kita pada saat salah seorang dari anggota keluarga kita akan menjumpai Tuhannya. Anak jangan sampai tidak menemani orangtuanya yang sakaratul maut, walaupun harus meninggalkan pekerjaan yang nilainya berpuluh-puluh milyar sekalipun. Jadilah anak yang shaleh dengan berusaha hadir di samping orangtua saat sakaratul maut, jangan hanya mendengar dari jauh kabar kesakitan dan kematiannya.
- Kita boleh bersedih dan menangis di saat orang dekat kita menghadapi sakaratul maut atau meninggal dunia. Tapi jagalah perasaan sedih tersebut, jangan sampai berlebih-lebihan seperti meratapi si mayat atau memukuli diri sendiri.
- Seperti dicontohkan Nabi, hanya keluarga dekat sajalah yang menemani saat-saat terakhir anggota keluarga kita. Teman-teman, anggota masyarakat, tetangga cukup menunggu di luar. Tidak usah bergabung beramai-ramai menyaksikan orang yang sedang menjelang ajal.
- Dalam menghadapi sakaratul maut mintalah agar disediakan air untuk mengusap wajah sambil membaca Allahumma a’inni ‘ala sakaratil maut. Mudah-mudahan Allah mengurangi sakitnya sakaratul maut.
- Sekeras apapun kepribadian Anda, hendaklah Anda tunduk kepada kebenaran. Umar langsung menjadi “dingin” dan menerima berita kematian Rasulullah setelah mendengar ayat-ayat Al-Quran yang menegaskan adanya kematian bagi Rasul. Hati seorang mukmin seyogyanya lembut sekeras apapun watak dan perilakunya. Contohlah kehidupan sederhana Rasulullah. Jangan terlena dengan gemerlapnya kehidupan dunia sehingga kita terjauh dari nilai-nilai hidup sederhana yang dicontohkan Rasulullah. Sukses tidak ditentukan oleh kemewahan duniawi, tapi oleh kedekatan seseorang dengan Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar